Bagi saya, ada yang berubah tahun ini dalam membaca-menulis. Saya
membeli banyak sekali buku (hampir 400% kenaikannya dibanding 2008), dan
hanya membaca beberapa. Jujur, saya tergoda sekali dengan buku-buku
tebal, meski kadang isinya tak bagus-bagus amat, tapi saya suka (mungkin
saya mulai terjangkit bibliomania dan bukannya bibliosophia). Obsesi
saya memang, selagi punya uang, saya beli buku sebanyak-banyaknya,
bacanya bisa nanti-nanti, yang penting beli dulu. Kalau suatu saat saya
tak punya uang dan tak mampu membeli buku, saya tak perlu khawatir
karena tetap bisa membaca buku-buku yang saya beli jauh-jauh hari dan
belum terbaca.
Tuesday, December 22, 2009
Tuesday, November 24, 2009
Membaca Fiksi dalam Tanda-tanda Nano
Sign
Fiction: The Art of Nano Warsono, begitu ia memberi tajuk monografnya.
Nano Warsono, perupa asal "Kota Ukir, Jepara" yang sekarang menetap di
Yogyakarta ini, bukan sekedar membuat sebuah album karya atau kronik
rekam jejaknya berkesenian, tapi ia tengah memindahkan galeri dimana
karya-karyanya pernah dipajang, ke dalam media yang lebih kecil: buku.
Melalui
buku, Nano membawa pembacanya untuk berlama-lama menikmati dan
menyelami setiap karyanya. Buku itu bisa dibaca berkali-kali tanpa
terbatas waktu seperti bila pameran di galeri. Begitu buku dibuka, karya
itu tergelar dan siap dinikmati dengan atmosfer yang berbeda-beda.
Monday, September 28, 2009
Juragan Rokok pun Tahu Pentingnya Buku
:: Diana AV Sasa
Suatu hari, kamitua dan diplomat kawakan Indonesia, Haji Agus Salim, hadir dalam penobatan Elizabeth II sebagai Ratu Inggris di Istana Buckingham. Ia menghampiri Pangeran Philip seraya mengayun-ayunkan rokok kretek. Sang Pangeran terlihat penasaran dengan aroma kretek yang dihisap Salim.
"Paduka, adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?” kata Salim. Setelah mencoba menghirup-hirup bau asap rokok kretek itu, Sang Pangeran mengaku asing dengan aroma itu. Sambil tersenyum, Salim lalu berkata, "Paduka, inilah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi (menjajah) negeri kami."
Suatu hari, kamitua dan diplomat kawakan Indonesia, Haji Agus Salim, hadir dalam penobatan Elizabeth II sebagai Ratu Inggris di Istana Buckingham. Ia menghampiri Pangeran Philip seraya mengayun-ayunkan rokok kretek. Sang Pangeran terlihat penasaran dengan aroma kretek yang dihisap Salim.
"Paduka, adakah Paduka mengenali aroma rokok ini?” kata Salim. Setelah mencoba menghirup-hirup bau asap rokok kretek itu, Sang Pangeran mengaku asing dengan aroma itu. Sambil tersenyum, Salim lalu berkata, "Paduka, inilah sebabnya 300 atau 400 tahun yang lalu bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi (menjajah) negeri kami."
Sunday, September 13, 2009
Mata-Mata Pengincar Buku

“Selalu ada kesempatan untuk mengkoleksi sesuatu, sekalipun pada masa perang.”
Kata-kata itu diucapkan Walter Lionel Pforzheimer, seorang pengacara, kurator buku, dan agen kondang CIA (Center Intelligence Agent) . Ia bukan sedang membual, apalagi berkhayal. Apa yang dikatakannya itu sudah ia buktikan. Dalam cengkeraman maut dan bau mesiu di kancah peperangan, saat bertaruh nyawa penuh was-was menyusup ke sarang musuh sebagai mata-mata, dengan bayang-bayang ketakutan jika misinya sebagai mata-mata terbongkar, ia masih sempat mengambil sesuatu untuk dikoleksi. Salah satunya adalah buku.
Musuh Buku : Air
::Diana AV Sasa
Tanyakan pada buku, siapa musuh abadinya? Maka selain menjawab api, buku pasti akan menjawab: AIR. Perang buku dengan air itu kekal karena keduanya tak akan pernah bisa disatukan. Tak peduli setetes atau bah, air adalah musuh. Tak ada kompromi. Titik.
Wajar jika buku begitu antipati pada air. Lihat saja bagaimana air melancarkan serangan untuk menghancurkan buku. Sementara buku tak pernah bisa melakukan perlawanan apa-apa. Serangan itu dimulai dengan jurus berubah wujud menjadi uap. Jangan anggap remeh partikel-partikel lembut itu, karena dengan kelembutannya pula air memiliki kesempatan untuk menempel pada sampul dan isi buku sekaligus.
Wajar jika buku begitu antipati pada air. Lihat saja bagaimana air melancarkan serangan untuk menghancurkan buku. Sementara buku tak pernah bisa melakukan perlawanan apa-apa. Serangan itu dimulai dengan jurus berubah wujud menjadi uap. Jangan anggap remeh partikel-partikel lembut itu, karena dengan kelembutannya pula air memiliki kesempatan untuk menempel pada sampul dan isi buku sekaligus.
Tuesday, September 8, 2009
Terimakasih Buku
Jantung saya berdebar. Kami akan memulai aksi melawan pembakaran buku.
Tapi hanya ada 3 kepala di taman itu:Saya, Nisa (esok), dan Anas
(Unmerbaya). Saya melirik jam di HP, masih 35 menit sebelum pukul 4.
Mungkin mereka masih di jalan, bisik batin saya menenangkan.
Kami mulai berbenah menata buku-buku di pelataran taman. Tiba-tiba kami diminta bergeser oleh petugas dinas pertamanan yang mengisi bak air mancur. Selang bocor, hingga airnya muncrat mengenai beberapa buku. Kami menjerit histeris tak rela. Maka kamipun bergeser ke tempat yang lebih aman dari musuh buku:air.
Kami mulai berbenah menata buku-buku di pelataran taman. Tiba-tiba kami diminta bergeser oleh petugas dinas pertamanan yang mengisi bak air mancur. Selang bocor, hingga airnya muncrat mengenai beberapa buku. Kami menjerit histeris tak rela. Maka kamipun bergeser ke tempat yang lebih aman dari musuh buku:air.
Musuh Buku : Api
:: Diana AV Sasa
Dari semua kekuatan alam, api adalah musuh buku yang paling tak bersahabat dan bengis. Bayangkan, hanya dari sepercik bara yang mengenai ujung buku, ia bisa terus merambat, membesar, dan kemudian melahap seluruhnya. Dari satu kemudian menjalar ke buku-buku lain di sekitarnya. Begitu cepat dan massif. Bahkan manusia pun meminjam api sebagai alat yang paling demonstratif untuk menunjukkan kekuasaannya.
Sejarah mencatat beberapa peristiwa kehebatan api ketika melahap buku. Di antaranya yang paling besar adalah peristiwa terbakarnya perpustakaan-perpustakaan saat kebakaran hebat melanda Inggris di tahun 1666.
Sejarah mencatat beberapa peristiwa kehebatan api ketika melahap buku. Di antaranya yang paling besar adalah peristiwa terbakarnya perpustakaan-perpustakaan saat kebakaran hebat melanda Inggris di tahun 1666.
Sunday, August 9, 2009
Menulis Intinya Berbagi, Maka Menulislah
Siapa pun yang ingin jadi penulis ia bukan hanya harus menguasai teori teknik menulis yang baik. Lebih dari itu, ia mesti mampu mengusir segala pikiran negatif yang menghambat energinya untuk menulis. Kebanyakan penulis pemula mengalami hambatan dan kemandegan ketika mengawali proses penulisan. Hambatan itu bisa berupa persepsi dan cara pandang terhadap tujuan dan kedirian.
Bisa juga berupa kebingungan mengurai isi pikiran yang berkelebatan. Hernowo melalui Quantum Writing-nya mencoba membantu mengurai hambatan-hambatan itu. Quantum Wrtiting ini merupakan saudara kembar dari Quantum Reading yang terbit sebelumnya. Mereka beda kulit namun sama secara substansi. Masing-masing memiliki ciri khusus, namun saling terikat satu dengan yang lain. Jiwa, semangat yang ada di dalamnya sama.
Tulislah Sejarah Hidupmu, Serapi-rapinya
Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah Anda meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau buatlah sesuatu yang pantas untuk diabadikan. (Franklin)
Krisdayanti (KD), begitu orang mengenalnya. Ia dikenang karena lagu-lagunya beberapa kali merajai pasar musik Indonesia hingga manca. Permainan perannya di layar kaca sempat memukau dan menguras air mata ibu-ibu pecinta sinetron. Tampilan panggungnya glamor, atraktif, dan memikat. Setiap gaya rambut, pakaian, hingga alisnya menjadi barometer trend para perempuan. Ia menjadi sorotan halayak. Kiprahnya dikenang dan tercatat dalam sejarah musik tanah air. Ibarat produk, ia adalah barang kelas 1.
Sunday, August 2, 2009
Upacara Buku
Oleh: Diana A.V. Sasa
MASYARAKAT Hindu Bali memegang tradisi penghargaan yang tinggi pada ilmu pengetahuan. Mereka memanifestasikannya dalam penghormatan kepada Dewi Saraswati, sebuah nama suci untuk menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Yakni, seorang dewi yang digambarkan memiliki empat lengan. Setiap lengan memegang buku, ganitri, wina, dan bunga teratai.
MASYARAKAT Hindu Bali memegang tradisi penghargaan yang tinggi pada ilmu pengetahuan. Mereka memanifestasikannya dalam penghormatan kepada Dewi Saraswati, sebuah nama suci untuk menyebutkan sosok Dewi Ilmu Pengetahuan. Yakni, seorang dewi yang digambarkan memiliki empat lengan. Setiap lengan memegang buku, ganitri, wina, dan bunga teratai.
Saturday, July 25, 2009
Suara Sunyi dari Balik Batu
Monday, June 22, 2009
Launching “Para Penggila Buku”
Surabaya dari hari ke hari semakin meneguhkan namanya sebagai kota
niaga yang kalap dan rakus. Hutan beton bertumbuh semakin rapat. Pusat
perbelanjaan menjamur nyaris di semua penjuru kota. Papan reklame
memenuhi setiap ruang kosong dengan senyum-senyum menawan. Pusat-pusat
budaya makin terdesak dan terhimpit. Gerakan budaya pun menjadi berakan
sunyi yang berbisik diantara komunitas-komunitas kecil.
Buku, sebagai tempat menimba kearifan hidup, menjadi satu sisi budaya
yang turut berdesakan dikota niaga ini. Toko-toko buku besar
bermunculan, menawarkan ragam pilihan yang bisa disesuaikan dengan isi
kantong warga kota. Pemerintah kota bak pahlawan buku menyurung
pembangunan kampung ilmu sebagai wadah pedagang buku emperan. Taman
bacaan dan mobil baca keliling mengunjungi beberapa ujung kampung saban
berapa hari sekali. Sudut-sudut baca teronggok wajib di setiap
puskesmas. Dengan semua itu, sudahkah kota ini dan juga warganya,
menjadikan buku sebagai bagian dari budaya yang memagari kearifan hidup
dari gerusan perniagaan?
Diantara keriuhan itu, ada pecinta dan penggila buku yang coba
berjalan di jalan sunyi selaiknya sebuah buku. Mereka adalah
penulis-penulis muda yang coba menerbitkan buku sendiri untuk melawan
dominasi penerbit besar. Mereka adalah pemilik toko buku dan
perpustakaan independen yang tekun menjagai buku-buku dengan beberapa
orang pengunjung saja seharinya. Mereka adalah komunitas pecinta buku
yang dengan kesabaran mendiskusikan buku-buku sebagai refleksi kehidupan
meski hanya dengan anggota yang tak genap sepuluh orang. Mereka adalah
aktivis buku yang tak lelah berteriak tentang pentingnya membaca
sekaligus mendekatkan buku ke pembacanya di kampung-kampung.
Mereka-mereka inilah pion-pion budaya yang menjadikan buku sebagai
peneguh semangat menjaga benteng budaya sebuah kota.
Jalan buku memang sunyi. Sesunyi perjalanan yang dilalui setiap
pecintanya. Tapi semangat dan cita-cita yang mereka usung tak sesunyi
buku. Dengan jalannya masing-masing, mereka melukis wajah Surabaya esok
hari melalui buku-bukunya. Kota ini tentu tak anti buku. Kota ini
pastilah mencintai buku. Maka mari dengarkan suara bisikan mereka
tentang buku di tengah gempita kota industri dan niaga yang makin gila
ini. Yuk, ikutan ngobrol bersama di acara:
Diskusi dan Peluncuran Buku
“Para Penggila Buku:100 Catatan dibalik Buku”
karya Muhidin M Dahlan & Diana AV Sasa
“Para Penggila Buku:100 Catatan dibalik Buku”
karya Muhidin M Dahlan & Diana AV Sasa
Tema diskusi: “Membaca Surabaya Esok”
Tanggal: Senin, 29 Juni 2009
Waktu: Pukul 19.00 WIB
Tempat : C2O Library, Jl Dr. Cipto No 20 Surabaya (depan Konjen AS)
Tanggal: Senin, 29 Juni 2009
Waktu: Pukul 19.00 WIB
Tempat : C2O Library, Jl Dr. Cipto No 20 Surabaya (depan Konjen AS)
Menghadirkan
Muhidin M Dahlan (Penulis, pegiat lembaga riset dan penerbitan Indonesia Buku)
Diana AV Sasa (Penulis, Owner Galeri Buku ::dbuku::)
Arief Santosa (Redaktur Buku Jawa Pos)
Giryadi (Budayawan)
Moderator : Fakhruddin Nasrullah (Sastrawan)
Muhidin M Dahlan (Penulis, pegiat lembaga riset dan penerbitan Indonesia Buku)
Diana AV Sasa (Penulis, Owner Galeri Buku ::dbuku::)
Arief Santosa (Redaktur Buku Jawa Pos)
Giryadi (Budayawan)
Moderator : Fakhruddin Nasrullah (Sastrawan)
Tersedia Buku-buku dengan harga diskon.
Acara ini didukung sepenuhnya oleh:
Lembaga Riset dan Penerbitan Indonesia Buku(i:boekoe) www.indonesiabuku.com
Galeri Buku ::dbuku::
Komunitas Esok (Emperan Sastra Cok-Cepetan Ojo Keri-)
C2O Library , Cinematheque ‘n Café
www.event.web.id
LP. Fajar Timur
CP: Nisa (031-91154085), Tongky (0812 172 8453)
Friday, June 12, 2009
Mantra Scipta Penggila Buku
::engkos kosnadi
"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari."
Saya orang yang sering tertegun membaca pernyataan Pramoedya Ananta Toer ini. Ya, kekuatan tulisan-kedahsyatan kata-kata dimana ujaran lama berkata Scipta Manent verba Volant (yang tertulis akan tetap mengabdi, yang terucap akan berlalu bersama angin).
"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis, suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari."
Saya orang yang sering tertegun membaca pernyataan Pramoedya Ananta Toer ini. Ya, kekuatan tulisan-kedahsyatan kata-kata dimana ujaran lama berkata Scipta Manent verba Volant (yang tertulis akan tetap mengabdi, yang terucap akan berlalu bersama angin).
Monday, June 1, 2009
Soekarno dan Hantu Buku
Berbicara soal buku dalam sosok kaum pergerakan, nama Hatta kerap
dikutip, terutama bersama berpeti-peti bukunya dalam pembuangan. Dan
Hatta memang kutubuku.
Tapi Soekarno juga punya atensi terhadap buku luar biasa. Ia bukan kutubuku, tapi hantu buku. Sampai-sampai ketika sahabatnya membeli buku, belum sempat si pemilik membacanya sudah dipinjam dan dibaca Soekarno hingga habis.
Tapi berbeda dengan Hatta yang bukunya seperti laut teduh dan reflektif, buku-buku Soekarno adalah badai yang bergemuruh. Buku yang berteriak-teriak.
Datang dan saksikan peluncuran buku "Para Penggila Buku" karya Diana AV Sasa dan Muhidin M Dahlan dengan topik spesial "SOEKARNO".
Tapi Soekarno juga punya atensi terhadap buku luar biasa. Ia bukan kutubuku, tapi hantu buku. Sampai-sampai ketika sahabatnya membeli buku, belum sempat si pemilik membacanya sudah dipinjam dan dibaca Soekarno hingga habis.
Tapi berbeda dengan Hatta yang bukunya seperti laut teduh dan reflektif, buku-buku Soekarno adalah badai yang bergemuruh. Buku yang berteriak-teriak.
Datang dan saksikan peluncuran buku "Para Penggila Buku" karya Diana AV Sasa dan Muhidin M Dahlan dengan topik spesial "SOEKARNO".
Monday, May 18, 2009
Muhidin M Dahlan: Anak Laut Itu Menggiring Buku
Dia datang dengan terror. Sudah tiga hari. Menyusup begitu saja.
Menerobos sarang persembunyianku seenaknya. Menelisip dibawah rumah tua
pinggir jembatan kereta. Meraung-raung di belakang punggungku. Memukul
dinding-dinding purba di selataran Menteng yang megah.
“PR-mu tinggal satu, Nduk. Menulis tentangku. Aku dan buku”.
Aku diam saja. Terpekur pada kali yang mampet dan bau di depanku. “Kau lihat ini”,
“PR-mu tinggal satu, Nduk. Menulis tentangku. Aku dan buku”.
Aku diam saja. Terpekur pada kali yang mampet dan bau di depanku. “Kau lihat ini”,
Sasa: Gadis Penyanyah Buku dari Celah Batu
::1
Dari atas puncak Gunung Brengos, Pacitan, Satu
diantara Barisan Bukit Selatan, dia
mengaok-ngaok memanggilku, lelaki dari lembah jahanam. Suaranya memutar sekali
dan menembus pedalaman Lawu dan memantul tepat di garis tengah bibir Merapi.
Dia tahu aku tak sedang bersidekap sambil membangun kemah di salah satu pundak
gunung pendekar bercambuk api ciptaan film laga Indonesia. Lantas, suara itu
membelok siku, membelahi kota yang kini sudah menjadi kota setengah gila
setengah berantakan. Dan suara itu memantul dari satu mall ke mall yang lain.
Suaranya itu memergokiku sedang kepanasan di salah satu sudut mall yang sudah
rombeng.
Saturday, May 16, 2009
Perpustakaan, Ingatan, dan Harga Diri
“Perpustakaan adalah harga diri seorang penulis. Jika ada orang yang
berani membakarnya, maka saya tidak akan bisa memaafkan dosanya. Seumur
hidup. Tidak akan pernah”.
Kalimat menggetarkan itu kerap diulang-ulang Pramoedya Ananta Toer dalam beberapa wawancara dengan amarah yang tertahan. Ketika ia mengungkapkan tentang kecintaannya pada buku; ketika ia ditanya tentang pembakaran dan pemusnahan buku, dengan lantang ia katakan itu.
Kalimat menggetarkan itu kerap diulang-ulang Pramoedya Ananta Toer dalam beberapa wawancara dengan amarah yang tertahan. Ketika ia mengungkapkan tentang kecintaannya pada buku; ketika ia ditanya tentang pembakaran dan pemusnahan buku, dengan lantang ia katakan itu.
Friday, May 15, 2009
Catatan Sebelum SBY Maju : "Perpustakaan di Tanah Tumpah Darah Sang Presiden"

Gamang Hati Eks Aktivis Soal MEGA-PRO
Saya bukan aktivis 98. Tapi saya mengerti dan merasakan sisa-sisa
pergerakan masa itu. Setidaknya, senior-senior yang mengkader adalah
aktivis 98. Sekarang saya masuk dalam sistem di PDI Perjuangan. Pilihan
paling realistis dan pas dengan ideologi yang saya yakini.
Bu Mega dipastikan akan disandingkan dengan Prabowo. Saya-dan mungkin kawan-kawan eks aktivis lain- diberondong pertanyaan "Oiii, bagaimana aktivis2 pergerakan yg ada di PDI P menjelaskan posisi mereka mendukung penembak dan pembunuh aktivis 1998? Kalian ingat Thukul dan aktivis2 hilang
Bu Mega dipastikan akan disandingkan dengan Prabowo. Saya-dan mungkin kawan-kawan eks aktivis lain- diberondong pertanyaan "Oiii, bagaimana aktivis2 pergerakan yg ada di PDI P menjelaskan posisi mereka mendukung penembak dan pembunuh aktivis 1998? Kalian ingat Thukul dan aktivis2 hilang
Thursday, May 14, 2009
Peluncuran Buku "Para Penggila Buku: Seratus Catatan di Balik Buku" @ 20 Mei 2009 jam 18.30-selesai Newsmuseum Jl. Veteran
Goodreads Indonesia (GRI) bekerjasama dengan ANITA dan IBOEKOE 'n dbuku,
mengundang warga buku yg berada dan/atau sedang berada di Jakarta untuk
hadir dalam acara Peluncuran Buku "Para Penggila Buku: Seratus Catatan
di Balik Buku"
Bersama:
Taufik Rahzen (Budayawan)
Kurnia Effendi (Sastrawan)
Aldo Zirsov (Goodreads Indonesia)
Putra Gara (Seniman Monolog-Anita)
Komunitas Goodreads Indonesia
Komunitas Kutubukugila (Kubugil)
Bersama:
Taufik Rahzen (Budayawan)
Kurnia Effendi (Sastrawan)
Aldo Zirsov (Goodreads Indonesia)
Putra Gara (Seniman Monolog-Anita)
Komunitas Goodreads Indonesia
Komunitas Kutubukugila (Kubugil)
Tuesday, May 12, 2009
Kegelisahan Kader Banteng Muda
" Lebih baik mempersoalkan pemilu yang tidak jurdil daripada berpikir
koalisi dengan Partai Demokrat. Selama lima tahun terakhir terdapat
kontradiksi pokok antara PDIP dengan Demokrat. Realitas ini tampak nyata
dari dinamika di DPR. Terutama sekali dalam arah kebijakan politik
ekonomi".(HK)
Tuesday, May 5, 2009
Dari Mana 72 Jurus Bermula?
Naning Pranoto adalah penulis fiksi dan sekaligus nonfiksi. Bukunya sudah lebih dari 20. Jebolan University of Western, Sydney, dengan ilmu khusus menulis kreatif. Ia pakar menulis dan sering menjadi pembicara workshop atau pelatihan menulis. Pernah menjajal sebagai wartawan, editor, hingga pimpinan redaksi. Maka menulis memang sudah makanan kesehariannya. Dan tentu saja jurus-jurus menulis sangat ia kuasai. Ia pun berniat menurunkan ilmu itu.
Ditulisnya di sampul buku itu: 72 Jurus Seni Mengarang. Entah mengapa ia memilih angka 72. Barangkali angka 7 dan 2 itu bermakna khusus baginya, seperti Indonesia Buku (I:BOEKOE) demikian mengeramati angka ”100” sebagai judul bukunya, seperti telihat dari judul-judul bukunya: 100 Buku Sastra Indonesia Yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan, 100 Pemberontakan Indonesia, 100 Tokoh Pers Indonesia, 100 Pledoi Indonesia, dan sebagainya. Saya tak tahu pasti dan tak menemukan rujukan tentang itu.
Wednesday, April 29, 2009
Agar Menulis Bisa Gampang
Oleh Diana AV Sasa
“Buku ini bisa dibaca dalam 10 Menit,” demikian Andrias Harefa membuka tulisan dalam bukunya berjudul Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang. Kalimat ini provokatif sekali mengingat tebal bukunya sampai 100 halaman dan itu muskil menyelesaikannya dalam 10 menit. Namun, Andrias menyarankan agar membaca saja halaman sebelah kiri di setiap awal 17 subjudul yang merupakan saripati dari bab terkait. Jika tak mengerti, barulah membaca uraian di halaman sebelahnya yang juga tak terlalu panjang.
Monday, April 20, 2009
Perpustakaan Sebagai Identitas Bangsa
Bagaimana sebuah perpustakaan diisi dan diurus, akan sangat
menggambarkan pribadi pemiliknya. Jenis-jenis buku apa yang dikoleksi,
berapa jumlahnya, bagaimana penataannya di dalam rak, akan sangat
mencerminkan selera pemiliknya. Jika ia kepunyaan pribadi maka ia
melukiskan kepribadian pemiliknya. Jika ia perpustakaan Negara maka ia
menggambarkan kepribadian negaranya.
Saturday, April 18, 2009
Wendo Bilang Mengarang Itu Gampang, Kataku TIDAK!
“Jangan hanya membaca. Kalau saat itu sudah mencoba mengarang, pasti lain halnya. Untuk yang terakhir ini saya percaya penuh. Cobalah mengarang sekarang juga, jangan menunggu dua puluh tahun lagi. Jangan menunggu dua hari lagi. Sekarang juga. Tutup buku ini, mulai.”
Begitu tulis Arswendo dalam pengantar edisi kedua buku Mengarang Itu Gampang yang sudah lebih dari 5 kali cetak ulang selama sepuluh tahun sejak 1981 hingga 2001.
Paragraf terakhir Arswendo itu mendorong saya untuk terus memamah isi bukunya. Sebagai penulis pemula, kata-katanya cukup melecut untuk penasaran mengetahui trik dan resep apa yang dipunya seorang maestro agar menulis (baca: mengarang) bisa lebih mudah dan ciamik. Maka saya pun menekuni setiap bab pada buku itu dengan gairah yang menyala.
Monday, March 16, 2009
Si Kutu Buku,Berbagi Buku, Tularkan Kepintaran

Sunday, March 8, 2009
Suara Hening Aktivis Buku di Karnaval Politik yang Riuh
Oleh Muhidin M Dahlan*
PARA analis menyebut, demokrasi kita masih mengidap cacat ketika cara dan tujuan berselimpang akibat warisan kebudayaan dan kekuasaan otokratik yang ditanam kuat dalam rentang waktu yang panjang.
Tapi saya lebih bersepakat dengan Kishore Mahbubani, dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of
PARA analis menyebut, demokrasi kita masih mengidap cacat ketika cara dan tujuan berselimpang akibat warisan kebudayaan dan kekuasaan otokratik yang ditanam kuat dalam rentang waktu yang panjang.
Tapi saya lebih bersepakat dengan Kishore Mahbubani, dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of
Wednesday, January 28, 2009
Perpustakaan Dalam Gelap Yang Terang
Ini tentang sebuah perpustakaan pribadi milik seorang laki-laki bernama
Alberto Manguel. Perpustakaan ini terletak di sebuah sudut rumah kuno
peninggalan abad XV. Dulunya rumah itu adalah sebuah lumbung penyimpanan
anggur bagi penduduk di sekitar desa. Di dekatnya dibangun kuil untuk
menyembah Dewa Anggur. Ketika panen tiba, petani-petani itu memberi
Pledoi Sejarah Kebudayan Indonesia
"Sejarah senyap adalah sebuah metode dan usaha menggali kuburan ingatan kolektif dari persemayaman yang dipaksakan; sebuah ikhtiar mencabuti kembali patok-patok nisan tanpa nama dan mendengarkan tutur dari alam kubur kebudayaan Indonesia tentang apa yang sesungguhnya terjadi"
Emboss palu-arit tercetak samar di kertas putih bersih itu menghadirkan kembali rasa getir trauma masa lalu. Judul dengan warna merah menyala di samping logo penerbit bak darah mengalir, mengingatkan pada betapa banyak darah tertumpah yang menjadi tumbal gambar itu.
Ketika Catatan Sejarah Dibingkai Romantisme
Melihat kepiawaiannya mengaduk-aduk emosi pembaca melalui alur cerita yang runtut dan mengugah dalam Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) –yang ditulis dengan gaya tutur roman-, menilik ketekunan dan kegigihannya dalam menyunting dan menyusun pelbagai sumber sejarah hingga menjadi karya Sang Pemula dan Panggil Aku Kartini Saja-yang merupakan karya non fiksi-, maka buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels nampaknya merupakan sebuah karya yang disusun untuk menggabungkan gaya keduanya tapi justru kehilangan arah penulisan yang jelas.
Sunday, January 25, 2009
Perpustakaan Sebagai Gerbang Kesempatan
:: Diana AV Sasa

Sunday, January 4, 2009
Buku, Seni, dan Kemewahan
:: Diana AV Sasa
Buku bukan hanya barang cetakan asal jadi. Atau melulu teks yang dibaca. Buku juga adalah seni. Seluruh proses penciptaan buku hingga hadir di pangkuan para pembaca yang budiman, pastilah dikerjakan dengan kecintaan yang melimpah-limpah. Termasuk soal pameran buku. Pameran yang dibuat asal-asalan, sebagaimana yang kerap kita lihat dalam ajang pameran buku di Indonesia, pastilah pameran yang tak diselenggarakan dengan dorongan naluri seni, melainkan melulu menjadikan buku sebagai barang niaga sebagaimana kepercayaan para saudagar.
Subscribe to:
Posts (Atom)